BAB
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Perkecambahan diawali dengan penyerapan air dari lingkungan sekitar biji, baik tanah, udara, maupun media
lainnya. Perubahan yang teramati adalah membesarnya ukuran biji yang disebut
tahap imbibisi (berarti "minum"). Biji menyerap air dari lingkungan
sekelilingnya, baik dari tanah maupun udara (dalam bentuk embun atau uap air. Efek yang terjadi adalah membesarnya ukuran biji
karena sel-sel embrio membesar) dan biji melunak. Proses ini murni fisik.
Kehadiran air di dalam sel mengaktifkan sejumlah enzim perkecambahan awal. Fitohormon asam absisat menurun kadarnya, sementara giberelin meningkat. Berdasarkan kajian ekspresi gen pada tumbuhan model Arabidopsis thaliana diketahui bahwa pada perkecambahan lokus-lokus yang mengatur pemasakan embrio, seperti ABSCISIC ACID INSENSITIVE
3 (ABI3), FUSCA 3 (FUS3), dan LEAFY COTYLEDON 1
(LEC1) menurun perannya (downregulated) dan sebaliknya
lokus-lokus yang mendorong perkecambahan meningkat perannya (upregulated),
seperti GIBBERELIC ACID 1 (GA1), GA2, GA3, GAI,
ERA1, PKL, SPY, dan SLY. Diketahui pula bahwa dalam
proses perkecambahan yang normal sekelompok faktor transkripsi yang mengatur auksin (disebut Auxin Response Factors, ARFs) diredam oleh miRNA.
Pertumbuhan dan perkembangan pada
tumbuhan dimulai dengan perkecambahan biji. Kemudian kecambah berkembang
menjadi tumbuhan kecil yang sempurna, yang kemudian tumbuh membesar. Setelah
mencapai masa tertentu, tumbuhan akan berbunga dan menghasilkan biji.
Perkecambahan adalah munculnya plantula
(tanaman kecil) dari dalam biji. Perkecambahan melibatkan proses fisika maupun
kimiawi. Mula-mula terjadi proses fisika, yaitu biji melakukan imbibisi atau
penyerapan air sampai biji menjadi lunak. Saat air masuk kedalam biji melalui
proses imbibisi, maka reaksi kimiawi didalam biji menjadi teraktifkan karena
enzim-enzimnya mulai bekerja. Proses ini disebut proses kimiawi. Kerja enzim
ini antara lain memetabolisir cadangan makanan agar energinya dapat dipakai
untuk berkecambah. Perkecambahan dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu berdasarkan posisi kotiledon dalam
proses perkecambahan dikenal perkecambahan hipogeal dan epigeal.
Hipogeal adalah pertumbuhan memanjang dari epikotil yang meyebabkan plumula keluar menembus kulit biji dan muncul di atas tanah. Kotiledon
relatif tetap posisinya. Contoh tipe ini terjadi pada kacang kapri dan jagung. Pada
epigeal hipokotillah yang tumbuh memanjang, akibatnya kotiledon dan plumula
terdorong ke permukaan tanah. Perkecambahan tipe ini misalnya terjadi pada kacang hijau dan jarak.
Kecepatan tumbuh didaerahpertumbuhan pada
kecambah berbeda-beda, pada umumnya daerah dibelakang ujung kecambah memanjang
lebih cepat.
1.2 Tujuan
Praktikum
Praktikum ini bertujuan untuk mengamati gejala atau
proses perkecambahan dan membedakan perkecambahan pada tanaman monokotil
(jagung) dan dikotil (kacang kedelai).
BAB II. METODE DAN CARA
KERJA
2.1
Alat dan Bahan
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah biji
kacang kedelai (Glycine max) dan biji jagung (Zea mays).
Sedangkan alat yang digunakan berupa kertas koran, cawan petri dan tali karet.
2.3 Cara Kerja
BAB III. HASIL
PRAKTIKUM
3.1 Hasil Praktikum
Pada kegiatan praktikum mengenai pengamatan gejala
atau proses perkecambahan dan membedakan perkecambahan pada tanaman monokotil
(jagung) dan dikotil (kacang kedelai) memperoleh data sebagai berikut :
Pengamatan
hari ke empat
Biji
jagung
Akar
: 5,5+8,5+5+5+2,5+6+5= 37,5/ 7= 5,35
Pada
pengamatan hari ke empat pada biji jagung baru dijumpai redikula(akar), yang
lebih dahulu tumbuh, namun pada plumula belum terlalu tumbuh.
Biji
kedelai :
Akar:
6+7+8+5,5+6,5+8+8+6 = 55/8 = 6,8
Batang
: 3+4+5+2,5+4,5+6+4+3 = 32/8= 4
Pengamatan
hari ke lima :
Biji
jagung :
Akar
: 10+4+6+8,5+10,5+7+8= 54/7=7,71
Batang:
7+4+1+7+7,5+4+0,5=31/7= 4,42
Pengamatan
hari kelima pertumbuhan hari ke5 pertumbuhan 7 biji jagung normal dan 3 biji jagung gagal dan berjamur. Sedangkan pengamatan
pada hari ke5 dijumpai plumula sudah nampak tumbuh. Dan rata-rata pertumbuhan
akar bertambah 2,36 dan rata-rata pertumbuhan batang 4,42 .
3.1
Pembahasan
Dalam percobaan perkecambahan ini, biji yang
digunakan yaitu kacang kedelai dan Jagung (Zea mays). Selain mudah
mendapatkannya, kacang kedelai dan jagung mudah dan cepat untuk percobaan
perkecambahan. Kacang kedelai merupakan tumbuhan dikotil yang mempunyai dua
keping kotiledon (daun lembaga). Biji kacang kedelai terdiri atas kulit biji,
plumula, radikula, hilum dan kotiledon yang berfungsi sebagai cadangan makanan.
Jagung merupakan tumbuhan monokotil yang mempunyai satu keping kotiledon. Biji
jagung terdiri atas koleoptil, plumula, embrio, radikula, koleoriza dan
endosperm yang berfungsi sebagai tempat cadangan makanan.
Dari
hasil pengamatan menunjukkan bahwa tidak semua biji baik biji kedelai maupun
biji jagung yang diperkecambahkan mengalami pertumbuhan akar dan batang. Pada
hari ke empat biji jagung yang mengalami pertumbuhan akar dan batang hanya
sebanyak empat biji saja. Sedangkan pada biji kedelai pertumbuhan akr dan
batang jumlahnya lebih banyak bila dibandingkan dengan biji jagung yaitu
sejumlah delapan biji.
Pada hari ke lima, pengamatan pada pertumbuhan biji
kedelai menunjukkan bahwa pada benih yang sudah tumbuh radikulanya
terdapat tiga benih yang mengeluarkan plumula. Biji kacang kedelai sudah
mengeluarkan radikula dan kotiledon terlihat derdesak dan akan terangkat karena
perkecambahan kacang kedelai merupakan termasuk tipe epigeal yang pada saat
perkecambahan kotiledon ikut terangkat ke atas permukaan. Biji kacang kedelai
terjadi perkecambahan dengan panjang radikula yang berbeda-beda tiap biji
kedelai. Kedelai yang mengalami perkecambahan terdapat akar seminal yang
terletak diantara radikula Sedangkan pada benih yang belum berkecambah tetap
tidak berkecambah, bahkan terdapat jamur dan membusuk.
Sedangkan
pengamatan pada pertumbuhan biji jagung menunjukkan bahwa pada benih yang sudah
tumbuh radikulanya terdapat dua benih yang mengeluarkan plumula. Jika
diperhatikan biji jagung pada saat perkecambahan kotiledon tidak terangkat. Hal
ini menunjukkan bahwa biji jagung merupakan tipe hipogeal. Sedangkan pada benih
yang belum berkecambah tetap tidak berkecambah, bahkan terdapat jamur dan
membusuk.
Dari pengamatan biji kacang kedelai (Glycine max)
dan biji jagung (Zea mays) selama 2 hari, didapatkan ada biji kacang
kedelai dan biji jagung yang berkecambah dan didapatkan pula ada biji kacang
kedelai dan biji jagung yang tidak berkecambah bahkan malah menjadi busuk.
Untuk biji kacang kedelai dan biji jagung yang tidak berkecambah dan busuk ini
dapat terjadi karena kemungkinan biji tersebut tidak bagus untuk benih, dapat
juga karena kebanyakan air dan dapat juga kemungkinan media untuk proses perkecambahan
biji tersebut tidak sesuai.
Berdasarkan hasil pengamatan terhadap
biji kacang kedelai (Glycine max) dan biji Jagung (Zea mays) dapat disimpulkan
bahwa biji kacang kedelai merupakan tumbuhan dikotil yang pada saat
perkecambahan kotiledon ikut terangkat ke atas permukaan. Oleh sebab itu biji
kacang kedelai termasuk tipe perkecambahan epigeal.
Biji jagung merupakan tumbuhan monokotil
yang pada perkecambahan kotiledon tidak ikut terangkat. Oleh sebab itu biji
jagung termasuk perkecambahan hipogeal. Dalam percobaan terdapat biji kacang kedelai
dan biji jagung yang busuk dan tidak berkecambah. Hal ini karena kemungkinan
biji kebanyakan air dan kemungkinan juga karena media yang digunakan proses
perkecambahan biji tersebut tidak sesuai.
DAFTAR
PUSTAKA
Tjitrosoepomo, Gembong. 2005. Morfologi
Tumbuhan. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Anonym. 2007 .Laporan
Praktikum Biologi. http://silvia261.blogspot.com. Diakses pada hari
Selasa/15 Juni 2010.
0 komentar:
Posting Komentar